Ya Allah, kami benar-benar tak tahu arah. Tunjukilah kami pada jalan-Mu yang lurus.
Dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau meriwayatkan dari Allah 'azza wa Jalla, sesungguhnya Allah telah berfirman:
Wahai hamba-Ku, kalian semua adalah orang yang lapar, kecuali orang yang Aku beri makan, maka hendaklah kalian minta makan kepada-Ku, pasti Aku memberinya. Wahai hamba-Ku, kalian semua asalnya telanjang, kecuali yang telah Aku beri pakaian, maka hendaklah kalian minta pakaian kepada-Ku, pasti Aku memberinya.
Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat dosa di waktu siang dan malam, dan Aku mengampuni dosa-dosa itu semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku, pasti Aku mengampuni kalian.
Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian tidak akan dapat membinasakan-Ku dan kalian tak akan dapat memberikan manfaat kepada-Ku. Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antara kalian, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga.
Wahai hamba-Ku, jika orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin yang tinggal di bumi ini meminta kepada-Ku, lalu Aku memenuhi seluruh permintaan mereka, tidaklah hal itu mengurangi apa yang ada pada-Ku, kecuali sebagaimana sebatang jarum yang dimasukkan ke laut.
Wahai hamba-Ku, sesungguhnya inilah amal perbuatan kalian. Aku catat semuanya untuk kalian, kemudian Kami akan membalasnya.
Maka barang siapa yang mendapatkan kebaikan, hendaklah bersyukur kepada Allah dan barang siapa mendapatkan selain dari itu, maka janganlah sekali-kali ia menyalahkan kecuali dirinya sendiri”. (HR. Muslim no. 6737)
Keutamaan Hadits Di Atas
Dalam lanjutan lafazh hadits di atas
Kami katakan : Suatu pelajaran penting dari kisah ini. Lihatlah bahwa para salaf dahulu, hati-hati mereka lebih terpengaruh dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena kandungannya yang sangat mendalam dan begitu mengena. Mereka tidaklah terpengaruh dengan cerita-cerita bualan dan fiktif seperti kebiasaan orang saat ini. Orang-orang saat ini hanya bisa terpengaruh jika membaca novel yang menyedihkan yang sebenarnya ditulis atas dasar bualan. Dan inilah tipu daya iblis terhadap mereka. Novel-novel saat ini membuat mereka menjauh dari Al Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta jalan hidup salaf (generasi terbaik umat ini) yang sebenarnya penuh dengan lautan ilmu dan terdapat kisah-kisah/pelajaran-pelajaran yang amat menyentuh hati. Tetapi saat ini banyak yang melalaikannya. Hati siapakah yang rusak? Hati ulama terdahulu ataukah orang saat ini?
Allah Mengharamkan Tindak Zholim
Dalam hadits ini, Allah Ta’ala berfirman,
Berikut adalah perkataan Syaikh Abdul Muhsin dalam Fathul Qowi Al Matin fi Syarhi Arba’in.
“Kezholiman adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Allah telah mengharamkan kezholiman atas dirinya dan menghalanginya dari dirinya. Padahal Allah itu memiliki qudroh (kemampuan), namun tidak ada kezholiman dari Allah selamanya. Hal ini disebabkan kesempurnaan keadilan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,
Ayat-ayat di atas dijelaskan tentang dinafikannya (ditiadakannya) kezholiman dari Allah Ta’ala, maka ini mengandung adanya penetapan sifat keadilan yang sempurna dari Allah Ta’ala.
Ibnu Rojab –Al Hambali- dalam Jami’ul Ulum wal Hikam berkata,
Dalam hadits ini Allah telah mengharamkan hamba-Nya untuk berbuat zholim. Maka janganlah seseorang menzholimi dirinya sendiri ataupun menzholimi orang lain.” –Inilah nukilan dari Fathul Qowi-
Semua Hamba dalam Keadaan Tak Tahu Arah
Dalam lanjutan hadits ini, Allah Ta’ala berfirman,
Dinukil dari Fathul Qowi, Ibnu Rojab –Al Hambali- berkata dalam Jami’ul Ulum wal Hikam.
“Sebagian orang mungkin ada yang mengatakan bahwa hadits ini bertentangan dengan hadits ‘Iyadh bin Himar di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,
Hal ini tidaklah demikian. Tetapi yang dimaksudkan adalah bahwa Allah menciptakan Bani Adam (keturunan Adam) dalam keadaan menerima Islam dan condong kepadanya, bukan pada yang lainnya. Namun, setiap orang tidaklah bisa tetap dalam fitroh ini kecuali dengan adanya kekuatan. Yaitu seseorang harus mempelajari Islam. Karena seseorang sebelum belajar, dia berada dalam keadaan jahil (bodoh), tidak mengetahui apa-apa, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
Allah juga mengatakan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Hal ini juga semakna dengan firman Allah Ta’ala,
Oleh karena itu, manusia pada asalnya dilahirkan dalam keadaan fitroh yaitu menerima kebenaran. Jika Allah memberi petunjuk pada seseorang, Allah akan memberinya sebab dengan diajarkan mengenai petunjuk. Jadilah, dia orang yang mendapatkan petunjuk dengan perbuatan setelah sebelumnya dia menjadi orang yang mendapatkan petunjuk dengan kekuatan pada dirinya (usahanya). Namun, jika Allah ingin menelantarkan seseorang, Allah akan menakdirkan baginya dengan diajarkan berbagai hal yang menyebabkan seseorang keluar dari fitroh. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Dalam hadits ini terdapat perintah untuk meminta hidayah kepada Allah. Hidayah di sini meliputi hidayah petunjuk berupa pemberian penjelasan ilmu[1] (hidayatu ad dalalah wal irsyad) dan hidayah taufik untuk beramal dan menerima dakwah[2] (hidayatu at tawfiq wat tasdid). (Ingatlah), kebutuhan hamba pada hidayah melebihi kebutuhannya pada makan dan minum. Sebagaimana terdapat dalam surat Al Fatihah[3]. Dalam ayat itu, kita selalu meminta kepada Allah Ta’ala hidayah yang baru dan menambahkan kita hidayah dari hidayah yang sudah ada.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin mengatakan bahwa hadits ini mendorong kita untuk menuntut ilmu. Karena Allah mengatakan kita semua sesat. (Dan jalan keluarnya adalah dengan mencari ilmu, pen). Ingatlah bahwa menuntut ilmu adalah sebaik-baik amalan. Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, ”Tidak ada yang dapat memalingkan orang dalam menuntut ilmu bagi yang benar niatnya.” Menuntut ilmu agama pada zaman ini tentu lebih wajib (lebih ditekankan lagi) karena tersebarnya berbagai kebodohan dan banyak yang berfatwa tanpa ilmu. (Lihat Syarh Al Arba’in An Nawawiyyah, Syaikh Ibnu Utsaimin)
Sangat Butuh pada-Nya
Dalam lanjutan hadits ini, Allah Ta’ala berfirman,
Dalam dua kalimat ini menunjukkan bahwa hamba sangat butuh kepada Rabbnya. Kebutuhan mereka kepada Rabbnya adalah dalam memperoleh rizki dan pakaian. Mereka –sebagai hamba-hamba Allah- haruslah hanya meminta kepada-Nya baik dalam masalah makanan dan pakaian. –Inilah nukilan dari Fathul Qowi-
Ya Hayyu, Ya Qoyyum. Wahai Zat yang Maha Hidup lagi Maha Kekal. Dengan rahmat-Mu, kami memohon kepada-Mu. Perbaikilah segala urusan kami dan janganlah Engkau sandarkan urusan tersebut pada diri kami, walaupun hanya sekejap mata. Amin Yaa Mujibbas Sa’ilin.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
------------------------------------
1] Hidayah ini diberikan melalui ilmu yang diajarkan dan setiap orang bisa melakukannya.
[2] Hidayah ini hanya berada di tangan Allah semata.
[3] Yang wajib kita abaca dalam sehari sebanyak 17x.
***
Para Komentator :
Posting Komentar